Rabu, 8 Februari 2012
Pukul 13.00, sekolah sudah usai ditandai lonceng tanda jam terakhir yang baru saja berbunyai. Anak-anak kelas 7 dan kelas 8 bergegas-gegas saling mendahului untuk mencapai pintu gerbang kecuali yang akan mengikuti ekskul degung segera menuju ruang latihan di samping perpustakaan. Anak-anak kelas 9 belum pulang karena hari ini mereka ada program pemantapan Ujian Nasional untuk mata pelajaran Bahasa Inggris dan IPA.
Aku baru saja menuruni tangga menuju ruang guru ketika seorang wali kelas mencegatku karena ada seorang ibu (orang tua murid) yang ingin berbincang denganku. Seorang ibu yang anggun dan cantik dengan kerudung hijau senada dengan bajunya, serasi dan menyenangkan untuk dipandang, datang menghampiriku dan kupersilahkan dia duduk di ruang tamu. Ia mengutarakan maksudnya dan aku terperangah menahan sesak yang tiba-tiba membuncah dalam dada.
Dengan suara perlahan ibu cantik itu memintaku mengubah nilai raport anaknya dengan alasan anaknya akan didaftarkan masuk ke sebuah sekolah dengan predikat RSBI.
"Tolonglah, Bu. Demi anak saya. Dia tidak mau sekolah di swasta." Ujarnya dengan hati-hati.
"Maksud, Ibu. Bagaimana?" Ujarku yang tiba-tiba terasa panas dingin.
"Nilai ini dan ini diubah saja, Bu. Kata guru yang di sana." Ibu cantik membuka raport anaknya dan menunjuk kolom-kolom penuh angka.
"Nilai ini sudah paten, Bu. Bagaimana mungkin diubah. Raport itu tidak boleh dipenuhi coretan apalagi tip ex." Kujelaskan sambil susah payah mengatur suara agar tidak terdengar emosi.
"Mudah saja kok, Bu. Nilai 70 kan bisa diubah jadi 76 kemudian di sini ditambah kata "enam" jadi tidak ada yang dicoret atau di tip ex." Ujarnya enteng.
Mukaku terasa memanas sampai ubun-ubun, tetapi aku masih berusaha menahan diri untuk tidak menumpahkan kemarahan, "Tidak bisa, Bu. Ibu tahu kan nilai itu sesuai dengan kemampuan anak Ibu?"
"Ya, Bu. Bukan saya tidak tahu kemampuan anak saya, tetapi saya ada kenal guru yang ngajar di sana dan dia mau membantu memasukkan anak saya ke sekolah itu." Ujarnya meyakinkan.
"Kalau begitu, Ibu minta tolong saja pada guru itu kenapa harus repot ngubah nilai?" Kataku mulai emosi.
"Justru itu, Bu. Saya disuruh guru itu untuk datang ke sini supaya bisa ngubah nilai raport jadi syarat daftar ke sekolah itu terpenuhi dan nanti kalau anak saya ikut tes akan dibantu oleh guru itu. Kalau ada murid ibu yang bisa masuk ke sekolah faforit ibu juga bangga nantinya" Si ibu cantik masih berusaha membujukku.
Pertahanku runtuh sudah, dengan tegas kutolak permintaan itu, "Maaf, Bu. Tidak bisa. Masih banyak sekolah yang baik mengapa harus memaksakan ke RSBI? Lagi pula saya tidak bangga kalau siswa saya masuk ke sekolah itu dengan cara curang begitu, justru saya malu!"
"Jadi? Tidak bisa, Bu?" Ujar ibu itu kecewa.
Aku menggeleng dan kupersilakan ibu cantik berkerudung hijau meninggalkan ruang tamu yang terasa semakin pengap dan menyesakkan dada.
Aku termenung memandangi mendung di luar jendela, gerimis sudah mulai turun. Aku bersandar di kursi, terasa lemas dengan tubuh masih gemetaran. Tiba-tiba aku tersadar, dua orang guru tengah memandangiku dengan rona khawatir. Aku bangkit dan mencoba tersenyum.
"Bapak dan Ibu ada jam pemantapan hari ini, ya?"
"Ya, Bu. Ada apa?"
"Tidak apa-apa. Dua menit lagi lho! Anak-anak sudah menunggu!"
"Ya, Bu. Permisi." Mereka berdua mengangguk tersenyum ragu dan berlalu ke dalam kelas, kubalas senyuman serta anggukan mereka dan dengan langkah gontai aku kembali ke ruanganku.
Hujan menderas menggigilkan hati dan jiwaku. Daun-daun mangga di luar jendela kuyup dalam cuaca kelabu. Aku melihat tirai jendela bermain-main dengan angin, samar-samar terngiang di telingaku sebuah dalil bahwa harta dan anak adalah fitnah (cobaan) bagi kedua orang tuanya (QS. Al-Anfal:28, At-Taghabun:15). Padahal anak-anak dan kaum kerabat tidak ada manfaatnya pada hari kiamat, kita dan mereka akan terpisah, yang menyatukan hanyalah iman dan kebenaran. Lalu, apakah kita sudah mengajarkan kebenaran dan mengupayakannya bagi anak-anak kita? Ya, Allah berilah hamba kekuatan hati dan jiwa untuk mengantarkan anak-anakku, murid-muridku di atas jalan-Mu senantiasa, amin ya Robbal 'alamin.
Suatu ketika di menit hidupku