Eva fauziah

Muqoddimah

Teropong kalbu; meneropong raga dan jiwa, nun di kedalaman raga kalbu memimpin jiwa. Meneropong kalbu memberi secercah cahaya.

Eva Fauziah

Oase Peradaban

Seorang ibu adalah oase bagi kerontangnya peradaban. Ia bukan sekadar fatamorgana. Ibu, di telapak kakimu kunci surga di hamparkan. Jangan sekali-kali kau tendang jauh karena kunci itu akan hilang selamanya.

taro link gambar di sene
Selamat datang di blog saya, hubungi saya melalui e-mail jika ingin mendapatkan info. Terima kasih, maaf saya hanya ingin berbagi dengan tetap memegang etika penulisan

Senin, 27 Februari 2012

Contoh Analisis Semantik


MAKNA DI BALIK KALIMAT
Analisis Semantik atas Kebenaran Makna dalam Kalimat


A.        Pendahuluan
Bahasa merupakan sarana untuk menyampaikan segala aspek kemaknaan yang hendak disampaikan penuturnya baik dalam bentuk struktur sintaksis dan morfologis maupun srtuktur bunyi (Parera, 2004:3). Makna apakah yang hendak disampaikan oleh penutur dan bagaimana pula seseorang dikatakan memahami sebuah tuturan? Persoalan kebenaran makna dalam sebuah kalimat atau tuturan adalah mempersoalkan apakah kalimat atau tuturan itu benar atau tidak benar. Kebenaran menurut Tarski (Wahyudi,2004:260) adalah kebenaran untuk menjelaskan makna dalam hubungan antara kata dan objek yang dapat dirujuk.
Tarski menekankan teori kebenaran korespondensi sebagai landasan objektivitas ilmu, karena suatu teori dituntut untuk memenuhi kesesuaian antara pernyataan dengan fakta.
Ukuran yang digunakan ialah kelogisan berbahasa. Salah satu dari tuntutan bahasa ilmu ialah ketunggalan makna dalam konteks tertentu bagi bidang tertentu. Ketunggalan makna itu bersumber pada bahasa alami. Bertrand Russel (dalam Parera,2004:176) menghubungkan bahasa dengan logika atomis. Menurutnya bahwa bahasa melukiskan atau melaporkan satu fakta yang tunggal berdasarkan hasil observasi. Oleh karena itu, bahasa ilmu hendaknya berorientasi kepada fakta yang tunggal. Itu berarti kalimat proposisi sebaiknya adalah kalimat-kalimat yang berlogika atomis. Buah pikir logika atomis ini berguna untuk memberikan kriteria bahasa ilmu.
Secara umum, kita tidak selalu membuat kalimat-kalimat proposisi dalam bentuk logika tunggal atomis. Namun demikian, dengan proposisi logika atomis yang tunggal kita dapat membentuk kalimat-kalimat proposisi yang berlogika majemuk. Untuk itu, dipergunakanlah kata-kata perangkai (atau oleh Ludwig Wittgenstein disebut konstan-konstan logika) yakni “dan, atau, jika, maka, tetapi.” Dengan konstan-konstan itu terbentuklah kalimat-kalimat dengan proposisi majemuk. Konstan logika yang lain adalah negasi misalnya, dalam bahasa Indonesia “tidak,bukan”.
Tarski (dalam Wahab,1995) membuat beberapa formula untuk menjelaskan makna sebuah kalimat sebagai berikut:
S // benar jika dan hanya jika p
·      S adalah nama kalimat (yaitu ejaan yang ke luar dari urutan tanda membuat kalimat.
·      p merupakan kondisi-kondisi yang dapat menjamin kebenaran kalimat itu.
Contoh klasik Tarski adalah kalimat Snow is white. Untuk mengetahui kalimat itu benar atau tidak, kita harus mengetahui kondisi yang mempertahankan bahwa Snow is white dengan cara menyepasangkan makna kalimat dengan kondisi sesuai formula yang tersebut terdahulu, yakni Snow is white is true if only if Snow is white. Contoh lain pengujian kalimat berikut:
                Jika lampu menyala, tandanya mesin itu rusak.
     Ketika lampu menyala, maka mesin itu rusak.
Kalimat dengan konstan “jika...,maka....” bersifat hipotesisi. Sedangkan kalimat dengan “ketika...,maka...”tidak perlu diuji lagi. Kalimat itu melukiskan gabungan dua fakta yang secara empiris mungkin telah diuji dan berlaku. Contoh yang lain, perhatikan kalimat berikut:
                Karto tidak mencuri kambing.
Kalimat tersebut mempunyai kemungkinan situasi empiris seperi berikut:
                ada seorang bernama Karto
ada binatang jenis kambing
keduanya tidak berada dalam hubungan pencurian
untuk melukiskan kemungkinan lain dapat digunakan bentuk konstan negasi berikut:
(a)    Bukan Karto mencuri kambing.
(b)   Karto bukan mencuri kambing.
(c)    Karto mencuri bukan kambing
Dengan demikian, bahasa Indonesia dapat menggambarkan realitas yang berbeda dengan runtutan yang berlainan.
Bahasa dipergunakan untuk beragam keperluan dan disajikan melalui berbagai media (Ansori,2009). Media cetak adalah salah satunya. Makalah ini akan mencoba menganalisis makna dan kebenaran dalam kalimat yang terdapat dalam rubrik “sajian utama” majalah Suara Muhammadiyah No.13/Th.ke-96, 1-15 Juli 2011, yang mengangkat tema Jika Pemerintahan di Tangan Ahlu Ruwaibidlah. Majalah Suara Muhammadiyah merupakan media milik organisasi Muhammadiyah yang mengemban misi gerakan dakwah amar ma’ruf nahi munkar (menyeru kepada kabajikan dan melawan tindakan angkara murka). Dengan demikian, bahasa yang disajikan pun menyertakan aspek kepentingan (ideologi) tersebut.


B.    Pembahasan
Beberapa kalimat dipilih secara acak sebagai bahan anlisis makna untuk mewakili uraian tema yang telah disampaikan dalam pendahuluan. Sebab dalam posisi ini bahasa dipahami sebagai medium yang tidak bebas, ia membawa misi dan kepentingan pemakainya. Berikut adalah analisis beberapa fakta bahasa yang ditemukan dalam media rujukan.
(1)      Janji-janji manis dari pemerintah ternyata hanya sebatas omongan saja.
Kalimat tersebut dapat diinterpretasikan dengan beberapa situasi empiris berikut:
-       Pemerintah telah menyampaikan banyak janji
-       Janji yang disampaikan itu janji yang manis (menyenangkan)
-       Tak satu pun janji yang ditepati pemerintah.
-       Pemerintah hanya sekadar berjanji.
(2)      Melemahnya semangat nasionalisme di kalangan generasi muda juga menjadi keprihatinan tersendiri.
(3)      Anak-anak sekolah ketika disuruh menghafal butir-butir Pancasila tidak bisa, tetapi ketika disuruh menyebutkan apa saja bonus kartu seluler mahal hafal di luar kepala.
Kalimat (3) merupakan kondisi yang menjelaskan kalimat (2), interpretasi situasi empiris pada kalimat-kalimat tersebut adalah sebagai berikut:
-       Semangat nasionalisme generasi muda melemah.
-       Generasi muda tidak memiliki semangat nasionalisme.
-       Beberapa kalangan merasa prihatin kepada generasi muda.
-       Anak-anak sekolah adalah generasi muda.
-       Generasi muda tidak bisa menghafal butir-butir Pancasila.
-       Generasi muda hafal bonus kartu seluler mahal.
-       Bonus kartu seluler mahal dihafal di luar kepala.
-       Generasi muda lebih hafal bonus kartu seluler mahal daripada butir-butir Pancasila.
-       Kondisi generasi muda itu menyebabkan keprihatinan.
(4)      Kasus-kasus korupsi yang tidak pernah tuntas dan mafia-mafia hukum yang tidak terjamah hukum menunjukkan betapa lemahnya karakter kepemimpinan nasional kita saat ini.
Kalimat tersebut dapat diinterpretasikan dengan beberapa situasi empiris berikut:
-          Ada banyak kasus korupsi tidak dituntaskan.
-          Ada banyak mafia hukum tidak terjamah hukum.
-          Saat ini kepemimpinan nasional kita berkarakter lemah.
-          Ada hubungan antara kasus korupsi dengan lemahnya karakter kepemimpinan nasional.
-          Ada hubungan antara mafia hukum dengan lemahnya karakter kepemimpinan nasional.
(5)      Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh dengan penipuan.
(6)      Ketika itu pendusta dibenarkan, sedang orang yang jujur didustakan.
(7)      Penghianat dipercaya, sedang orang yang amanah dianggap sebagai pengkhianat.
(8)      Pada saat itu ruwaibidlah berbicara.
(9)      Ruwaibidlah adalah orang bodoh yang turut campur dalam urusan masyarakat luas.
Kalimat (7) s.d. (9) merupakan hadist Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majjah. Kalimat-kalimat tersebut merupakan penjelasan (penerawangan) Nabi (15 abad yang lalu) terhadap kondisi yang terjadi sekarang. Kondisi empiris pada (6) dan (7) merupakan kondisi yang mendukung pernyataan pada (5), sedangkan kondisi empiris yang terdapat pada (9) menjelaskan kondisi pada (8). Kondisi-kondisi itu dihubungkan oleh konstan-konstan logika “ketika itu, masa itu, sedang .”  Berdasarkan kondisi-kondisi empiris tersebut, maka dapat dijelaskan sebagai berikut:
-          Akan datang suatu masa.
-          Banyak manusia menjadi penipu.
-          Orang berkhianat dipercaya.
-          Orang amanah (jujur) dianggap pengkhianat.
-          Ruwaibidlah berperan penting.
-          Ruwaibidlah adalah sebutan bagi kebodohan/ ketidakmampuan.
-          Ruwaibidlah menangani urusan publik.
(10)  Presiden bertanggung jawab mendidik dan memberi arahan kepada bangsa untuk membangun karakter di ruang publik.
 Kalimat tersebut dapat diinterpretasikan dengan beberapa situasi empiris berikut:
-          Presiden bertanggung jawab mendidik
-          Presiden bertanggung jawab memberi arahan
-          Presiden harus memiliki karakter
-          Presiden membangun karakter di ruang publik
Kondisi-kondisi tersebut dihubungkan dengan konstan logika “dan, untuk”
(11)  Semakin banyak ditemukan kasus korupsi di level struktural mencerminkan bahwa bangsa ini telah dipegang oleh Ahlu Ruwaibidlah.
Kalimat tersebut dapat diinterpretasikan dengan beberapa situasi empiris berikut:
-          Ada banyak kasus korupsi ditemukan di level struktural.
-          Bangsa ini dipimpin oleh Ahlu Ruwaibidlah.
-          Ada hubungan antara kasus korupsi struktural dengan pemimpin ruwaibidlah.


C.        Penutup

Berdasarkan analisis fakta bahasa yang ditemukan dalam rubrik “sajian utama” majalah Suara Muhammadiyah No.13/Th.ke-96, 1-15 Juli 2011 terlihatlah bahasa yang digunakan untuk menyampaikan kepentingan atau ideologi sesuai dengan visi media tersebut yaitu “meneguhkan dan mencerahkan” yang membawa misi gerakan dakwah amar ma’ruf nahi munkar.
Penyajian ideologi dikatakan secara eksplisit melalui analisis kritis atas fakta-fakta yang terjadi dengan kondisi-kondisi empiris yang mendukung makna dari penyataan-pernyataan yang disajikan.





Daftar Pustaka

Ansori, Dadang S. Penggunaan Bahasa Politik dalam Pemberitaan Pilgub Jabar 2008 pada HU Pikiran Rakyat. Jurnal Bahasa dan Sastra, Vol. 9 No. 1, April 2009. UPI Bandung
Majalah Suara Muhammadiyah Nomor 13/Tahun ke-96, 1 – 15 Juli 2011
Parera, J.D. 2004. Teori Semantik Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga
Wahab, Abdul. 1995. Teori Semantik. Surabaya: Airlangga University Press
Wahyudi, Imam. Refleksi tentang Kebenaran Ilmu. Jurnal Filsafat, Desember 2004, Jilid 38, Nomor 3. UGM Yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar