Implementasi Lesson
Study sebagai Upaya Peningkatan Kompetensi Pedagogik Guru Bahasa Indonesia
di SMP Kabupaten Cirebon
Eva Fauziah
Abstrak
Lesson
study merupakan alternatif yang dapat dilakukan oleh guru
bersama teman sejawatnya dalam rangka membudayakan belajar sepanjang hayat
untuk terus meningkatkan kompetensi pedagogiknya secara mandiri yang berdampak langsung
bagi perbaikan dan peningkatan mutu
pembelajaran
di dalam kelas. Oleh karena itu, implementasi lesson study sebagai model pembinaan dan peningkatan kompetensi
pedagogik guru bahasa Indonesia memerlukan dukungan dari pihak-pihak terkait
terutama kepala sekolah dan dinas pendidikan. Tanpa dukungan itu, maka lesson study hanyalah “mimpi” bagi
guru-guru yang memiliki motivasi untuk meningkatkan kemampuannya.
Kata Kunci: lesson study, kompetensi pedagogik, peningkatan mutu pembelajaran
A. Pendahuluan
Observasi penulis antara bulan April
sampai dengan Desember 2011 di beberapa sekolah serta amatan di sekolah tempat
mengajar sejak tahun 1989 sampai dengan sekarang menunjukkan bahwa masih ada
guru-guru yang tidak mau berubah atau tidak mampu berubah setelah mengantongi
sertifikat pendidik. Guru-guru tersebut tidak menunjukkan peningkatan mutu
kinerja sebagai guru profesional. Tunjangan profesi yang diterimanya bukan
untuk meningkatkan kualitasnya sebagai tenaga profesional melainkan untuk
keperluan lain yang bersifat konsumtif. Pembelajaran di kelas masih tetap
bersifat transfer ilmu dengan iklim yang tetap “konvensional” (JICA, 2009:1),
yakni guru berdiri di depan kelas berceramah kepada siswanya dengan suara yang
tegas dan lantang dengan sesekali menulis di papan tulis. Fokus utama guru
adalah bagaimana mentransfer berbagai macam informasi yang tercantum pada buku
teks kepada siswa. Guru tidak pernah berpikir tentang minat dan perhatian siswa
selama pembelajaran. Pada situasi lain ditemukan, rencana pembelajaran (RPP) dibuat
jika akan ada supervisi dari kepala sekolah dan dibuat sekadar memenuhi
kewajiban administratif. Pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas berbeda
dengan RPP yang dipersiapkan.
Sebagai contoh, dalam kegiatan inti pembelajaran dituliskan diskusi kelompok,
tetapi kenyataan di kelas guru menggunakan metode ceramah dan siswa
mendengarkan. Setelah itu, guru memberi soal, siswa mengerjakan secara
individual. Penilaian kinerja guru oleh kepala sekolah maupun dinas pendidikan
melalui pengawas belum memperolah hasil yang memadai.
Pembelajaran yang baik tidak lagi
bergantung pada teknik pengajaran tetapi lebih membutuhkan kemampuan guru untuk
menerima siswa sebagai manusia yang bebas. Di samping itu, guru juga harus peka
terhadap situasi pembelajaran siswa yang terus-menerus berubah selama
pembelajaran berlangsung. Tidak mudah memenuhi “dinamika pelajaran” (JICA,
2009:5) sebab guru harus melakukan refleksi terhadap praktik pengajaran dan
berusaha terus meningkatkan praktik pengajarannya. Untuk itu, lesson study menawarkan solusi terhadap
pembinaan guru berkelanjutan. Hal tersebut terlihat dari pengertian lesson study sebagai model pembinaan profesi pendidik melalui
pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan
prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual
learning untuk membangun komunitas belajar.
Keingintahuan yang sangat kuat mengenai
implementasi lesson study membawa penulis
mengikuti tahap do dan see pada putaran kedua program lesson study MGMP Matematika Kabupaten
Cirebon di SMP Negeri 1 Karang Sembung pada 6 Oktober 2011. Dari amatan yang
dilakukan di sekolah tersebut, penulis memperoleh gambaran bahwa lesson study mampu membangun suasana
kekeluargaan dalam kolaborasi, baik pada saat pra open yakni briefing yang
dipimpin oleh kepala sekolah dan penjelasan singkat dari guru model tentang
pembelajaran yang akan dilaksanakan pada hari itu, maupun pada saat refleksi.
Saling melihat pembelajaran yang dilakukan orang lain, saling membantu mencari
pemecahan masalah dalam pembelajaran, tidak saling menyalahkan, dan suasana
pembelajaran di dalam kelas berlangsung kondusif karena diperhatikan oleh
banyak orang menjadikan siswa tidak main-main dalam belajar, seluruh aktivitas
siswa dapat dipantau dengan baik. Selanjutnya, sekolah yang siap melaksanakan lesson study untuk mata pelajaran Bahasa
Indonesia adalah SMP Negeri 2 Gunung Jati dan SMP Negeri 2 Plered. Lesson study yang dilakukan di kedua
sekolah tersebut adalah lesson study
berbasis sekolah.
Penelitian dilakukan pada empat SMP di
Kabupaten Cirebon yakni SMP Negeri 2 Gunung Jati, SMP Negeri 3 Sumber, SMP
Negeri 2 Plered, dan SMP Negeri 2 Greged, dengan menggunakan metode penelitian
studi kasus. Penelitian ini bertujuan memperoleh gambaran secara utuh
pelaksanaan lesson study dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia terkait pembinaan dan peningkatan kompetensi
guru. Dari tujuan tersebut dapat dideskripsikan hal-hal berikut, yaitu (1)
model lesson study sebagai upaya pembinaan kompetensi pedagogik guru
bahasa Indonesia, (2) dampak implementasi lesson
study terhadap profil kompetensi pedagogik, guru bahasa Indonesia, (3) dampak
lesson study terhadap mutu
pembelajaran di dalam kelas.
B.
Lesson Study dan Kompetensi Pedagogik
Guru
Kompetensi guru
mencakup kemampuan yang sangat beragam diantaranya kemampuan teknik, kemampuan
pengambilan keputusan, kemampuan merefleksi secara kritis (“technical ability, decision-making
capability, critical reflection capability“). Technical capabilities merupakan kemampuan
teknik instruksional yang diperlukan untuk mengarahkan siswa pada kegiatan yang
efektif. Kemampuan ini mencakup penggunaan dasar-dasar proses pengajaran,
katerampilan, dan prosedur pengajaran untuk menciptakan pengalaman bermakna
bagi siswa. Decision-making capability adalah
kemampuan pengambilan keputusan yang melibatkan
penentuan pilihan dan menghasilkan tindakan sebagai alternatif penafsiran pada
saat pengajaran maupun dalam perencanaan, baik jangka pendek maupun jangka
panjang. Kemampuan untuk menentukan pilihan memerlukan pengetahuan, pemahaman,
dan penguasaan kompetensi dasar. Misalnya, kapan pendekatan induktif atau
deduktif digunakan dalam pembelajaran. Kemampuan ini penting dalam penyusunan
tujuan dan perencanaan pengajaran. Critical reflection capability adalah kemampuan merefleksikan
pengajaran secara kritis, membutuhkan pengamatan dan analisis serta
mempertimbangkan etika dan moral. Refleksi dapat meningkatkan pengembangan
profesional karena didasari pengetahuan dan hubungan dialogis yang
berkelanjutan. Agar efektif, refleksi harus didasarkan kondisi nyata di dalam
kelas. (Lang, 2006:3).
Terkait masalah kompetensi guru, pemerintah
mewajibkan setiap guru memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat
pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-undang RI No.14
Tahun 2005 tentang guru dan dosen (pasal 8).
Kompetensi
yang dimaksud adalah kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi
sosial, dan kompetensi profesional. Pengertian kompetensi pedagogik tercantum
dalam Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan sedangkan rinciannya tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan
Kompetensi Guru. Kompetensi pedagogik menurut PP No. 19 Tahun 2005 (penjelasan
pasal 28) adalah
kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik
yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan
pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
Kompetensi pedagogik
erat kaitannya dengan peran dan fungsi guru sebagai fasilitator pembelajaran di
dalam kelas. Hal itu sejalan dengan bergesernya peran guru dari penyedia
pengetahuan menjadi fasilitator pembelajaran (Lang, 2006:43). Sebagai
fasilitator pembelajaran, di samping penguasaan akademis seperti subjek ajar, teori
pembelajaran dan perkembangannya, serta keterampilan intruksional yang luas, guru
juga harus mampu membangun komunikasi yang baik dengan siswa, memiliki
kepedulian akan kekuatan dan kelemahan siswanya yang beragam.
Suasana pembelajaran di
dalam kelas bergantung kepiawaian guru mengelola kelas. Sebagai fasilitator, ia
adalah faktor kunci yang memegang kendali pembelajaran. Oleh karenanya guru
harus selalu siap ketika memasuki kelas. Kesiapan yang dimaksud menurut Lang
(2006:58) adalah pembelajaran, strategi, dan bahan ajar (“A teacher is in her classroom. The lesson has been prepared, strategies
thought out, and materials are ready”). Selanjutnya, tidak hanya kesiapan
fisik dan materi, rasa nyaman antara guru dan siswa pun perlu dibangun. Hal itu
dapat terjadi jika seorang guru menyukai dan
menghormati murid-muridnya. Ketika
seorang guru merencanakan pelajaran, maka kepentingan dan kemampuan siswa dipikiran dengan saksama (“She
enjoys and respects her students, and when she is planning her lessons, keep
their interest and abilities in mind”, Lang, 2006:58). Hal itu perlu dipahami
oleh guru sebab ia dituntut untuk dapat mengupayakan “proses pembelajaran yang
interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi untuk aktif,
kreatif, mandiri sesuai bakat, minat, dan perkembangan fisik dan psikologis
peserta didik.” (pasal 19 PP 19, 2005). Untuk mencapai amanat pasal 19
tersebut, seorang guru tidak hanya mampu membelajarkan siswa tetapi juga “mampu
selalu memantau setiap individu siswa dalam pembelajaran” (International
Development of Japan, 2009:4). Dalam hal
ini, guru bukanlah manusia super yang mampu mengembangkan kompetensinya secara
“single fighter”. Guru adalah manusia
dengan segala “fitrah” keterbatasannya. Oleh karenanya, ia perlu berkolaborasi
dengan mitra sejawat, di antaranya melalui lesson
study.
Lesson
study dilaksanakan dalam tiga tahap (Hendayana, 2006:10;
Mulyana, 2007:5; Susilo, 2009:32) yaitu
tahap pertama adalah plan
(merencanakan), tahap kedua adalah do
(melaksanakan), dan tahap ketiga adalah see
(merefleksi). Tahap perencanaan (plan)
menurut Hendayana (2006:11) dan Susilo (2009:35) bertujuan menghasilkan
rancangan pembelajaran yang dapat membelajarkan siswa secara efektif dan
berpusat pada siswa, membangkitkan partisipasi siswa dalam pembelajaran. Perencanaan yang baik tidak dilakukan
sendirian tetapi dilakukan bersama (kolaborasi).
Tahap pelaksanaan (do) pembelajaran untuk menerapkan
rancangan pembelajaran yang telah dirumuskan dalam perencanaan. Seorang guru
yang telah disepakati sebagai guru model mengimplementasikan rancangan
pembelajaran. Guru-guru lain bertindak sebagai pengamat (observer)
pembelajaran. Fokus pengamatan diarahkan pada kegiatan belajar siswa dengan
berpedoman pada instrumen yang telah disepakati pada tahap perencanaan. Tahap do diawali dengan briefing yang dipimpin oleh kepala sekolah atau penanggung jawab lesson study. Briefing dimaksudkan untuk memberikan gambaran sekilas dari guru
model mengenai pembelajaran yang akan dilaksanakan. Pada kesempatan ini
diingatkan pula kepada para observer
untuk tidak mengganggu jalannya pembelajaran. Tugasnya hanya melakukan amatan
berdasarkan instrumen tanpa intervensi pada proses pembelajaran. Observer diperkenankan mendokumentasikan
pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan kamera digital maupun kamera video.
Tahap refleksi (See) dimaksudkan untuk menemukan
kelebihan dan kekurangan pelaksanaan pembelajaran. Diskusi diawali dengan
penyampaian kesan pemikiran guru model terhadap pembelajaran yang baru saja
berlangsung. Selanjutnya, guru yang bertugas sebagai observer menyampaikan komentar dan pandangan terhadap
pembelajaran. Pengamat dari luar sekolah, narasumber, menyampaikan apa lesson learned (Susilo, 2009:36) yang
dapat diperoleh dari pembelajaran yang baru berlangsung terutama yang berkenaan
dengan aktivitas siswa dalam pembelajaran.
C. Hasil Penelitian
Deskripsi data dijelaskan berdasarkan alur kegiatan
guru setiap fase, berikut ini.
1.
Persiapan Pembelajaran
Persiapan pembelajaran dilakukan oleh guru yang belum
melaksanakan lesson study sekadar
memenuhi kewajiban formal kelengkapan administrasi. Maka, RPP yang dipersiapkan
oleh guru untuk keperluan supervisi akademis adalah RPP “mentah” (buatan sebuah
penerbit) yang belum dikembangkan atau disesuaikan dengan kebutuhan siswa. Bagi
guru, RPP bukan untuk mempersiapkan pembelajaran yang akan disampaikan di kelas
melainkan sekadar “jaga-jaga” jika ada pengawas datang dan menanyakan RPP.
Dengan demikian, guru tidak membuat persiapan pembelajaran, ia masuk kelas dengan
berbekal buku paket dan LKS cetakan sebuah penerbit, sedangkan RPP hanyalah “seonggok” dokumen yang tidak bermakna bagi
pembelajaran di dalam kelas.
Berbeda dengan kondisi yang dijelaskan terdahulu,
guru-guru yang melaksanakan lesson study
melakukan persiapan pembelajaran secara kolaborasi dalam kegiatan plan. RPP yang sudah dibuat oleh guru
model dibicarakan untuk mendapatkan masukan dari guru sebidang, sehingga guru
berkesempatan merevisi RPP sebelum disampaikan kepada siswa dalam bentuk
pembelajaran. Sebagai contoh, sebelum pelaksanaan plan kelompok yang dibentuk oleh guru berjumlah lima sampai dengan
enam orang untuk kegiatan menulis memo. Hal itu, menurut pendapat koleganya
tidak tepat sebab jumlah lima atau enam orang terlalu banyak untuk mengerjakan
penulisan memo sehingga dikhawatirkan tugas kelompok tidak efektif. Untuk
meminimalisasi kemungkinan ketidakefektifan kelompok, maka disarankan
mengurangi jumlah kelompok hanya tiga atau empat orang saja.
Guru yang lain menyoroti kegiatan siswa, disarankan
pada saat presentasi kelompok, tidak perlu semua kelompok ditampilkan karena
tugas yang dikerjakan oleh setiap kelompok tidak berbeda. Cukup dua kelompok
saja yang ditampilkan masing-masing membahas memo yang berbeda yaitu memo resmi
atau memo tidak resmi. Sedangkan kelompok yang tidak presentasi memberikan
tanggapan atau sanggahan. Waktu yang tersisa digunakan untuk kegiatan
menyunting hasil tulisan kelompok lain. Sehingga waktu dua jam pelajaran dapat
dikelola seefektif mungkin. Dengan demikian, sebelum memasuki kelas, guru sudah
mempersiapkan pembelajaran secara maksimal.
2.
Pelaksanaan Pembelajaran
Pembelajaran yang
dilaksanakan oleh guru yang
belum melaksanakan lesson study adalah pembelajaran yang
tidak efektif. Pembelajaran
dilaksanakan sekehendak guru. Hal
itu terjadi karena pembelajaran yang dihadirkan oleh guru di dalam kelas bukan
berdasarkan RPP melainkan berdasarkan LKS yang dibuat oleh penerbit. Guru
berupaya tampil maksimal dalam menghadirkan pembelajaran yang menyenangkan pada
saat dikunjungi oleh kepala sekolah atau yang mewakilinya. Kunjungan yang
bertujuan supervisi akademis. Ketika kunjungan itu berakhir, maka berakhir
pulalah upaya guru untuk tampil maksimal. Ia kembali pada model pembelajaran
“lama”, tidak memberi kesempatan siswa berdiskusi, tidak ada media
pembelajaran, tidak ada permen yang dibagikan kepada siswa yang aktif. Guru
membawa RPP ke dalam kelas (diberikan juga salinannya kepada supervisor), membawa media pembelajaran
yang bagus, dan menyiapkan reward
bagi siswa yang aktif dalam pembelajaran. Meskipun RPP dibawa oleh guru ke
dalam kelas, pembelajaran yang disampaikan oleh guru berbeda dengan RPP yang
dibawanya. Media yang dibawa guru tidak menunjang kompetensi dasar yang harus
dicapai oleh siswa. Siswa senang mendapat hadiah permen dari guru atas
keaktifannya dalam pembelajaran. Setelah selesai pembelajaran, siswa saling
menghitung jumlah permen yang didapatkan dari gurunya pada hari itu.
Pada situasi pembelajaran yang lain, berlangsung
tidak menyenangkan (membosankan). Guru tidak berupaya membelajarkan siswa. Guru
masuk ke dalam kelas memberikan pengajaran kepada siswa sesuai dengan suasana
hatinya. Jika sedang bersemangat, ia akan berceramah selama dua jam pelajaran.
Guru tidak peduli apakah siswa membuat catatan penting terhadap penjelasannya,
apakah siswa mengerti materi yang dijelaskan oleh guru. Yang penting bagi guru
adalah ia telah menyampaikan materi kepada siswa. Meskipun materi yang disampaikan guru menyimpang dari
RPP yang dibawanya ke dalam kelas. Meskipun guru mengetahui bahwa siswa tidak
memusatkan perhatian pada penjelasannya. Jika sedang merasa malas, guru hanya
menunggui siswa mengerjakan tugas selama dua jam pelajaran. Siswa mengerjakan
tugas yang terdapat dalam LKS buatan penerbit, secara perorangan maupun
kelompok. Sehingga
pembelajaran berlalu tanpa kesan, siswa tidak mengetahui apa manfaatnya bagi
mereka mempelajari suatu materi. Siswa juga tidak tahu apakah mereka telah
berhasil mencapai kompetensi dasar. Selain itu, guru pun tidak mengetahui
apakah siswa mengikuti pembelajaran dengan sungguh-sungguh atau tidak.
Guru-guru yang melaksanakan lesson study menghadirkan pembelajaran yang
efektif dan menyenangkan. RPP yang dibuat oleh guru merupakan acuan bagi
pembelajaran, sehingga tahap-tahap pembelajaran berlangsung secara sistematis
dan terarah. Waktu dan kegiatan siswa dikelola secara efektif. Media
pembelajaran yang digunakan sederhana namun mendukung materi dan kompetensi
yang harus dicapai oleh siswa. Kehadiran observer yang mengamati kegiatan siswa
menjadikan mereka mengikuti kegiatan pembelajaran dengan sungguh-sungguh dan
berusaha menampilkan yang terbaik bagi kelompoknya pada saat presentasi. Pembelajaran diakhiri dengan refleksi sehingga
menimbulkan kesan positif bagi siswa. Mereka memahami kebermaknaan materi yang
dipelajari bagi kehidupan mereka. Mereka mengerti mengapa materi pembelajaran
itu penting. Selain refleksi setelah kegiatan pembelajaran, dilakukan pula
refleksi antarguru, pengawas, fasilitator, dan kepala sekolah yang bertujuan
membahas kelemahan dan kesulitan siswa dalam pembelajaran untuk dicarikan
solusinya bersama-sama. Keterbukaan dalam fase see memungkinkan setiap peserta lesson
study mendapatkan manfaat bagi peningkatan kompetensi pedagogik yang
dimilkinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar